Rabu, 04 September 2013

Event Unik dan Candra Naya

Gara-gara membahas tentang keteledoran sampah yang tidak dibersihkan berhari-hari diacara pernikahan Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto saya tergelitik bercerita tentang keistimewaan sebuah event.

Belajar dari prinsip memanfaatkan momentum seperti pernikahan Atiqah dan Rio yang diselenggarakan dengan cara sedemikian unik dan berbeda, sehingga bisa menyisakan kenangan tersendiri bukan hanya bagi pasangan yang menikah tapi juga bagi para undangan atau bahkan khalayak luas sekalipun – terlepas dari persoalaan sampah ya tentunya.
Sumber : Detik Foto

 Pernah saya mendengar cerita dari Dosen PR saya, beliau pernah diundang menghadiri 2 pernikahan, yang satu dilakukan di hotel berbintang di pulau Bali, mewah wah wah...fasilitas lengkap untuk undangan seperti ticket pesawat dan hotel dibayarin. Yang satu lagi diselenggarakan dengan tema yang tergolong unik. Pasangan yang ke 2 ini memilih tema “Demo”...bukan tanpa alasan, kebetulan yang menikah ini pasangan aktivis yang seneng turun kejalan untuk menyuarakan aspirasinya – ato kerjaan..hahahah gak tau jugalah kalau tentang hal ini. Intinya pas di acara kawinannya, pelaminan dihias dengan spanduk-spanduk khas demo – entah ini sisa-sisa demo ato emang sengaja dibuat, gak lupa alunan lagunya juga yang bertema demo-demo gitu, kalau gak salah undangan juga diajak yel-yel ala ala demo hahaha...intinya sich mereka ngirit budget, tapi BERKESAN...setidaknya begitu deh yang dosen saya ingat waktu cerita. Beliau bilang, yang di Bali itu tuch kalah berkesan dengan yang ngirit budget ini.

Prinsip ini juga yang selalu saya pegang dan ingat, suatu event itu gak harus hight budget untuk menjadi bagus dan berkesan, tapi bagaimana kreatifitas kita sebagai penyelenggaranya membuatnya demikian.
Kalau dipikir-pikir ya, Pulau Kelor kan terbilang horor  ...hahaha..ka ta nya...tapi justu bisa jadi nilai tambah dan daya tarik tersendiri. Kata siapa pernikahan harus di Bali...aaaah dah biasa itu, basi lah. Kalau ada Pulau Kelor ngapain jauh-jauh ke Bali gitu kan,....apalagi ni pulau katanya 45 thn ke depan klu gak di rawat bakalan tenggelam karena abrasi.
Sumber foto : Google 


Pernah ya, satu kali saat seorang rekan kantor kebingungan nyari lokasi atau tepatnya hotel – seperti tahun-tahun sebelumnya, katanya hotel-hotel lagi penuh nich untuk sewa lokasi penyelenggaraan RUPSLB, biasalah kalau dah deket-deket batas akhir penyelenggaraan emang suka gitu. Dengan enteng saya bilang, tuch bikin aja di CANDRA NAYA. Candra Naya adalah sebuah bangunan cagar budaya di daerah jalan Gajah Mada, Jakarta, yang merupakan bekas rumah Khouw Kim An, mayor Tionghoa (Majoor de Chineezen) bangunan seluas 2,4 hektar ini memiliki arsitektur Tionghoa yang khas dan merupakan satu-satunya rumah Mayor Cina yang masih berdiri di Jakarta. (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Candra_Naya)

Tanggapannya ?...hahaha paitlah pokoke. Menurutnya seperti ide gila kali ya ngebayangin RUPSLB yang penuh orang-orang berdasi itu duduk di dalam bangunan tua instead of hotel berbintang. Mungkin maksudnya gak mencerminkan corporate banget gitu ya yang seharusnya mewah, jadi orang akan berfikir perusahaan ini sehat. Well....saya punya pemikiran sendiri untuk hal ini. Menurut saya, adalah suatu hal yang unik, berbeda, dan bernilai positif bahwa ternyata ada sebuah perusahaan, yang memiliki keterkaitan baik secara langsung atau tidak pada cagar budaya ini. Lagi pula trend peduli lingkungan ini kan yang sedang digiatkan oleh Pemda DKI, tengok saja tuch acara pelantikan pejabat beberapa waktu lalu di Setu Babakan. Jadi seperti satu kali mendayung dua tiga pulau terlampaui, event jalan, image dapet, goverment relation juga dapat.
Sumber : Koleksi pribadi + mbah Google yang paling atas tuch 


Ini hanya masalah dekorasi. Ada yang sudah pernah ke Candra Naya? eksotis banget, tempatnya adeeeemmmm.....dikelilingi gedung bertingkat, depan kanannya Hotel Novotel, belakangnnya gedung perkantoran samping kiri entah gedung apa yang jelas ada 7-Eleven tuch disitu. Kebayang gak tuch enaknya ngopi sambil memandangi bangunan Candra Nanya lalu imaginasi mendadak melayang, melihat orang bertopi ala jaman belanda dan sepeda ontelnya berseliweran di depan rumah sang mayor.....wait wait...balik tentang event. Saya ngebayangin kalau acaranya RUPS ya, tinggal disulap aja jadi sedikit lebih formal, dengan bangku-bangku disusun gaya theater, tambahin sedikit standing banner tentang perusahaan, spanduk RUPS...kopi breaknya ? tinggal ngambil di Sevel ....keren kan..seperti memadukan 2 jaman yang berbeda. Katanya sich bangunan Candra Naya biasa dipergunakan untuk acara kawinan juga, terakhir dengarnya disini diselenggarakan acara menyambut Ultah Jakarta 485. 








Selasa, 03 September 2013

Persoalan Sampah di Wedding Atiqah dan Rio Dewanto

Pepatah mengatakan “karena nila setitik, rusak susu sebelanga” nampaknya tepat ditujukan pada pasangan pengantin yang sedang berbahagia, si cantik Atiqah Hasiholan dan Rio Dewanto, bagaimana tidak, acara pernikahan yang tergolong unik dan kreative berbuntut panjang ‘hanya’ gara-gara sampah sisa acara yang terlambat dibersihkan.

Pernikahan keduanya dilakukan di  Pulau Kelor, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (24/8/2013), dihadiri 350 undangan, Atiqah terlihat cantik mengenakan gaun merah menyapu lantai rancangan Anne Avantie. Sementara Rio tampak gagah dengan gaya vintage-nya, dibalut kemeja putih, setelan jas abu-abu, dan dasi kupu-kupu merah yang menyesuaikan gaun sang istri, pernikahan mereka didukung oleh banyak pihak, termasuk Pemda DKI Jakarta

Sumber : Detik Foto

Kolaborasi yang pas sekali untuk mempromosikan Kepulauan Seribu nan eksotis, namun jika tidak hati-hati bisa jadi bencana bagi kedua belah pihak. Baik pasangan pengantin, Wedding Organizer dan Pemda DKI Jakarta tentunya mengharapkan kegiatan ini menjadi momentum yang pas guna menarik lebih banyak lagi orang yang mengenal Pulau Kelor, berkunjung, dan bisa juga memanfaatkan sebagai tempat menikah seperti yang dilakukan pasangan selebritis ini, bagi WO bisa jadi prestasi tersendiri. Pokoknya kerenlah menurut saya idenya..

Selang beberapa hari setelah acara pernikahan muncul kicauan dari akun @erichotma yang pada intinya meminta kedua pasangan pengantin baru ini bertanggung jawab dan membersihkan sisa-sisa pesta. Sontak jagat maya langsung riuh memberitakan mengenai ‘aib’ ini. Bahkan boleh dikatakan berita tentang ‘sampah’ menutup berita kemeriahan pestanya itu sendiri, sungguh disayangkan. Apakah ini publikasi yang diinginkan? Mungkin rating pemberitaan Pulau Kelor, Pernikahan Atiqah, boleh naik drastis, tapi sayangnnya bukan berita manis seperti  yang diharapkan justru sebaliknya.
Sumber : Detik 

Image positive yang sudah dibangun mendadak luntur karena kicauan sebuah akun di sosial media. Banyak pihak yang menjadi tidak simpati. Apalagi setelah melihat pembelaan pihak Atiqah Hasiholan.  
Akun @erichotma

Melalui akun Twitternya, @atiqahhasiholan, Atiqah akhirnya angkat bicara, "Terima kasih atas semua informasinya, karena satu dan lain hal, dinas kebersihan DKI mengalami keterlambatan saat melakukan pembersihan sampah pulau Kelor. Jadi tetap dukung alam, wisata dan kebudayaan Indonesia!"

"Oke, tentang kebersihan memang ada satu hal yang miss dari Dinas Kebersihan. Tapi semoga niat kami dan PEMDA untuk promosi pulau Kelor tetap berjalan! Hidup = belajar. Dari awal WO sudah membuat perjanjian dengan Dinas Kebersihan pada H-3 s/d H+1 untuk pembenahan pulau Kelor," lanjut Atikah (sumber : http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/dituduh-kotori-pulau-kelor-atiqah-hasiholan-angkat-bicara-8e0e1d.html)

Sangat disayangkan pernyataan pembelaan tidak dibarengi dengan PERMINTAAN MAAF. Mungkin terbawa emosi atas kicauan akun Eric, jadi lupa minta maaf, padahal ini adalah kata paling mujarab menawar rasa kekecewaan khalayak. Pembelaan diatas cenderung menyudutkan salah satu pihak dalam hal ini Dinas Kebersihan. Hohohoho....buat saya ini double mistake yang dilakukan seorang public figure seperti Atiqah. Bagaimana tidak, sudah disponsori malah cuci tangan plus beli kambing hitam. Walaupun kondisi tersebut benar adanya, dimana katanya sudah ada kesepakatan antara WO dan Pemda mengenai kegiatan bersih-bersih,  alangkah tidak bijaksananya seorang Atiqah melontarkan pernyataan pembelaan seperti ini.  

Lain lagi dengan bundanya – Ratna Sarumpaet yang melemparkan pernyataan senada, katanya ia tidak mau terlalu memikirkan masalah tersebut. Dirinya yakin semua akan selesai dengan segala penjelasan. "Ya, saya sih sedih aja tapi ngapain dipikirin. Itu kan kerjaan mereka (Pemda). Pemerintah kita itu kan harus diubrek-ubrek. Menurut saya, Pemdanya itu lalai. Itu bukan tanggung jawab kami lagi. Ini teguran untuk mereka. Kalau sudah punya komitmen, ya harus dikerjakan dong," paparnya.

Ouch....bagaimana bisa dia bilang itu bukan tanggung jawabnya lagi, itu seperti orang bab tapi tidak disiram dan baunya masih kemana-mana, lalu gak pernah merasa bersalah karena sudah ada pembantu yang ditugasi membersihkannya. Disini tidak melulu tentang uang, seberapa banyak biaya yang sudah dikeluarkan, disini tentang bagaimana kepedulian lingkungan diresapi bersama oleh kita. Lebih jauh lagi, ini tentang bagaimana tentang seorang sadar bahwa dia telah melakukan kesalahan, mau mengakuinya dan meminta maaf.

Perlu disadari pasangan pengantin terutama dalam hal ini nyonya yang memberikan pernyataan pembelaan, bahwa pesta ini adalah PESTA PERKAWINAN ATIQAH HASIHOLAN DAN RIO DEWANTO, yang menyisakan sampah...itulah yang akan diingat orang kelak, paling tidak saat issue ini bergulir orang yang paling dicari adalah mereka berdua, bukan WO, bukan pula Dinas Kebersihan. Katakanlah kegagalan dalam urusan sampah ini memang tanggung jawab Dinas Kebersihan, tapi kembali lagi...ini adalah PESTA PERKAWINAN ATIQAH HASIHOLAN DAN RIO DEWANTO. Disinilah peranan stakeholder bermain. Kita harus dapat memahami bahwa sebuah image, citra dan reputasi tidak bisa berdiri sendiri, ia bagaikan impian yang dibangun diatas banyak pondasi yang dilandasi oleh GOOD WILL. Dasar pemikiran seperti ini harus difahami oleh setiap orang yang berniat memiliki reputasi yang baik. Tidak mudah membangun sebuah reputasi yang baik namun sebaliknya sangat mudah menghancurkanya. Inilah mengapa kejadian ‘sepele’ tentang sampah ini sangat disayangkan sekali.

Apakah kejadian riuh di sosial media ini sudah termasuk krisis? Ya. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, tinggal bagaimana kita membumbui bubur tersebut menjadi makanan yang enak. Mengamati jawaban pembelaan-pembelaan baik Atiqah maupun Ibundanya, Ratna Sarumpaet, saya merasa sangat prihatin. Mungkin strategi pihak Atiqah adalah tidak perlu terlalu menanggapi permasalahan tentang sampah yang dianggap nyampah  oleh akun kurang terkenal (di twitter Eric hanya mempunyai 273 follower – 3/9/2013) melawan akun seorang public figure, gak penting gitu kali ya pikir mereka. Ayolah...memangnya kita tahu siapa itu @triomacan2000 yang sering membeberkan banyak persoalan kontroversial? Masyarakat cenderung tidak langsung peduli terhadap siapa penyebar infonya tapi lebih peduli terhadap content issue yang disebarkan, dan media suka berita yang seperti ini. Berita buruk adalah berita baik untuk media, diakui atau tidak.

Tidak perlu menanggapi berlebihan memang pilihan yang baik namun menanggapi secara tidak professional juga bukan jalan terbaik. Dalam buku Public Relations, Profesi dan Praktek (Mc Graw Hill, edisi 3 hal 437) dikatakan bahwa ada beberapa petunjuk yang bisa kita gunakan dalam menghadapi krisis :

  1. Perhatikan kepentingan publik terlebih dahulu. Dalam kasus sampah pesta Atiqah Rio Dewanto, ada publik yang sangat perduli terhadap lingkungan seperti pemilik akun Eric, dan perlu disadari Eric hanya segelintir penggiat lingkungan yang prihatin terhadap masalah sampah ini. Artinya masih banyak pihak yang peduli terhadap masalah lingkungan bahkan Atiqah sendiri bukankah penggiat lingkungan ? ironis bukan.
  2. Bertanggung jawab memperbaiki keadaan. Urusan pemberesan sampah sudah dilakukan sejalan dengan kesepakatan dan sayangnnya setelah terjadi keriuhan di dunia maya.
  3. Sebisa mungkin bersikap terbuka. Banyak akun yang mencoba membela pasangan Atiqah dengan mengatakan bahwa akun Eric hanya ingin cari sensasi, numpang tenar, kenapa gak langsung mantion ke orang yang bersangkutan, malah justru menyebarkan issue negatif. Suka atau tidak, nasi sudah menjadi bubur, ini adalah resiko sebuah perhelatan event yang tidak ada perencananaan krisisnya. Bersikap terbuka bukan berarti harus defensif, mencari pembenaran dengan menyalahkan kesana kemari, sangat tidak simpatik.
  4. Menunjuk seorang jubir. Dalam hal ini saya ingin bertanya, kemana WO nya ???
  5. Membuat pusat media dan informasi. Aplikasi dalam hal ini, akun pribadi Atiqah, tapi please berikan keterengan yang dapat menyelamatkan reputasimu cantik.  Semakin defensif, semakin mencari pembenaran, semakin jauh simpatik.
  6. Merespon semua pertanyaan. Dari beberapa respon yang diberikan terakhir-terakhir terlihat jelas si cantik Atiqah sudah kelelahan menanggapi tudingan-tudingan yang menyudutkannya. Terlihat dari jawabannya seperti "penjelasan sdh cukup jelas di berita OL ya @erichotma", atau spt dibawah:
  7. Jangan berspekulasi. Ibarat gunung es, kita sering tidak sadar betapa banyak pihak yang tidak setuju dengan tindakan kita. Jadi sebaiknya berhati-hatilah dalam memberikan statement.

Dalam kasus ini kita belajar betapa pentingnnya pengelolaan citra yang baik, tidak hanya oleh stakeholder utama melainkan melalui keseluruhan kompenen yang bermain di dalamnya. Rusak satu kompenan maka komponen lainnya harus mampu memperbaikinya, menutupinya sehingga dapat diraih tujuan yang diinginkan bersama, pernikahan paling berkesan, popularitas Pulau Kelor, WO yang professional.