Sebagai orang tua saya sering memperhatikan orang tua lain dalam cara mereka mengurus anak-anak mereka, ini adalah sebagai bahan pembelajaran untuk saya pribadi dan melihat sesuatu dengan kaca mata yang berbeda, out of the box. Terkadang tanpa sadar kita melakukan kekeliruan dalam cara mendidik anak, kesalahan yang tidak kita sadari dan ironisnya terjadi selama puluhan tahun. Dengan bercermin pada orang lain kita dapat menerapkan dan meodifikasi secukupnya agar sesuai dengan kebutuhan kita sebagai orang tua.
Junk food adalah makanan yang ingin saya hindarkan dari keluarga saya terutama untuk anak-anak. Saya tidak ingin makanan junk food dianggap suatu yang perlu, keharusan, kebutuhan, dianggap suatu yang keren. Saya ingin menanamkan kepada mereka bahwa junk food perlu kita hindarkan demi kesehatan kita dalam jangka panjang. Namun saya juga tidak menampik junk food, sesekali mungkin karena terpaksa saya atau karena memang mau, saya mengajak anak makan di ‘rumahnya’ junk food. Saya sadar hidup di kota besar seperti Jakata tidak akan pernah bisa terlepas dari rumah junk food, selama kita mampu membatasi diri untuk tidak ‘ngefans’ pada jenis makanan yang satu ini saya rasa masih bisa di tolerir.
Seperti yang saya lakukan kemaren, setelah menikmati Anima Expo di Balai Kartini kami lanjut ke Gelael Tebet untuk mecari kado anak tetangga yang besok berulang tahun dan sekalian cari makan, perut sudah lapeeeeer.....
Ternyata di lt 2 Gelael Tebet bukan hanya ada KFC tapi juga restoran lain yang menyediakan makanan alternatif bagi yang tidak suka junk food, tapi memang dasar alasan selalu ada saja buat menikmati junk food, salah satunya ketersediaan tempat bermain sederhana, gratis pula untuk anak-anak. Mau gak mau ya jadilah kita makan KFC. Di tempat bermain itu, ada papan peringatan yang cukup mengusik saya, bunyinya gini “ GRATIS, Resiko tanggung sendiri”....maksudnya? sayang saya kelupaan ambil fotonya. Agak sedikit aneh ya, kenapa kesannya ketakutan gitu ya, skeptik, antipati. Jadi kek tukang bajaj, mau murah nyawa gak ditanggung...hadooooo sadis banget. Masih banyak kok kata-kata yang lebih halus untuk mengutarakan maksud dari si empunya tempat, misalnya “Gratis, Harap awasi putra putri Anda, KFC tidak bertanggung jawab atas kelalaian konsumen” – kepanjangan ya? Ihihihiih.....atau apakah KFC menganggap umumnya orang Indonesia harus to the point??
Tapi bukan bagian ini yang ingin saya ceritakan. menjadi keprihatinan saya adalah bagaimana para orang tua memperlakukan anak mereka. Ada 2 orang ibu yang beda meja dan saya yakin mereka tidak saling kenal. Anak-anak mereka seperti juga anak saya asik bermain di tempat yang disediakan. Anehnya kalau saya repot menyuapi anak saya dan mengkhawatirkan apa yang mereka lakukan takut lepas dari pengawasan dan membuat dia celaka, ibu-ibu ini asik dengan Blackberry, tablet dan gadget mereka. Jadi bukan suatu hal aneh saat anak mereka mengajak sesekali ngobrol mereka menanggapi dengan seksama , sebaliknya, mereka justru acuh dan seakan terganggu dengan kehadiran anak-anak mereka, seakan yang terpenting saat itu adalah gadget mereka dengan urusan gossip di group masing-masing, hadooooooooo bikin sebel liatnya.
Saya berfikir kalau seandainya mereka adalah ibu rumah tangga, kemudian menganggap mengajak anak berlibur sekaligus makan di KFC adalah suatu hal yang keren dan menyenangkan, sungguh menyedihkan, karena ibu sudah salah tempat dalam menyenangkan anak-anak. Namun jika si ibu adalah wanita pekerja sama seperti saya, kemudian mampir sejenak disini berlibur dengan anak-anak, sugguh kebodohan karena tujuan utama mereka tidak tercapai. Setiap hari sudah ditemani gadget apakah perlu saat libur membawa mereka – ketempat makanan sampah pula, tetap tidak mau lepas dengan gadetnya ? sungguh pilihanyang buruk. Seorang anak tidak selalu salah, karena sering orang tua yang justru melakukan kesalahan secara sadar atau tidak sadar. Wajar jika kelak sang anak dikatakan menjadi anak durhaka, wong dari orang tuanya sendiri menyia-nyiakan kehadiran mereka.
Anak sering merasa tidak dianggap dan tidak diperdulikan, diacuhkan, dianggap tidak lebih penting dari gadget dan karir mereka. Anak-anak mungkin tidak bisa mengungkapkannya dengan benar namun percayalah mereka merasakan deskriminasi, ketidak seimbangan perhatian yang diberikan oleh orang tua.
Jadi mulai sekarang sebaiknya kita mulai mengintrospeksi diri, pentingan mana gadget dan anak kita? Pilihlah tempat yang memang pantas untuk keluarga kita untuk memanfaatkan quality time bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar