Peringatan !!!
Saya menulis cerita ini pure sebagai saya seorang konsumen dan tidak terkait dengan status saya saat ini sebagai karyawati sebuah perusahaan yang memiliki jenis usaha convenience store sejenis.
Lawson, nama convenience store yang satu ini tentunya sudah akrab ditelinga masyarakat Jakarta. Lawson disebut-sebut sebagai rivalnya 7-Eleven, dalam bisnis, apa sich yang gak boleh? Sah-sah ajakan memanfaatkan peluang bisnis. Tapi sebagai konsumen saya tentu pengen tau apa sich bedanya yang ini dengan yang itu, lebih dan kurangnnya apa sich si ini dan si itu, dst. Sudah lama sebenarnya pengen mampir ke gerai Lawson cuman belum ada kesempatan, nah kebetulan – buat Lawson bukan kebetulan kali ya, emang udah rencana, gerai ini buka di depan kampus Mercu Buana, Meruya. Jadi pas break time kuliah saya ajakin temen-temen jejelin makanan dan nenggak kopi disini.
Buat saya pribadi perbedaan paling mencolok Lawson dengan 7-Eleven adalah condimentnnya. Kalau di 7-Eleven disediakan sirup dengan berbagai macam pilihan rasa untuk menambah kenikmatan saat menyeruput kopi, mau semanis-manisnya juga silakan asal ingat, diabetes heheheh.... buat yang gak suka sirup ada pilihan gula, gulanya pun ada gula merah, gula rendah kalori atau gula pasir biasa, plus creamer...hmmm lengkap kan?. Belum lagi tehnya, tehnya special banget karena menggunakan Dilmah – saya paling suka Jasmine Petals nya. Condiment untuk hot dog juga beragam di 7-Eleven dibanding Lawson, jangankan sayuran, saos sambel aja dibatesin, dikasih kalau kita minta sama kasir. Rempong ye bo.....untuk yang satu ini jelas 7-Eleven lebih unggul dan gak malu-maluin kalau saya mesti traktir temen hang out. Oh ya satu lagi condiment di sevel yang lupa saya sebutin, melt cheese dan saus pasta. Ini juga ambil suka-suka. Untuk others product saya rasa gak jauh beda, masing-masing bawa brand dan untuk like dislike kembali ke orang masing-masing, suatu hal yang sangat relative.
Besoknya temen saya, Dina bbm ke saya, katanya dia punya bad feeling jadi melakukan pengechekan mutasi rekening banknya, ternyata waktu transaksi pembayaran menggunakan ATM BCA di mesin EDC Lawson sukses terdebit, padahal waktu itu kasirnya bilang transaksinya gagal, jadi kita berdua diminta bayar menggunakan uang tunai. Debitnya bahkan sampai diulang, jadi totalnya 2x gesek. Hitung punya hitung, total belanja saya hari itu di Lawson setengah juta lebih, padahal nilai barang yang saya beli tidak lebih dari setengahnya. Gila!. Untung banget si Dina ngecheck. Lumayan bisa beli Big Bite di Sevel ampe muntah...hahahhha...
Saya langsung mencari tau no telp Lawson meruya di internet tapi tidak ada, jadi saya langsung telp ke kantor pusatnya, PT. Midi Utama. Saya disambungkan operator ke bagian Lawson, saat sudah tersambung dengan orang Lawson (perempuan), dia tanya saya dari mana, saya bilang dong dari Dewi, habis saya mesti bilang apa dong? Terus dia lanjut tanya, Dewi mana ???? what a stupid question!!! Emang dia pikir saya telp ke rumah dia apa? This is office Ms...hello. Yang benar menurut saya adalah dia harusnya berfikir apa yang bisa dia berikan kepada si penelpon, bantuan or informasi apapun yang dibutuhkan penelpon tersebut, dia at least bertanya ‘ada yang bisa saya bantu bu?’. Her stupid question for me seperti orang menginterogasi, penuh dengan kecurigaan. Pantes aja waktu itu temen saya pernah bilang, ‘saya pernah loch telp ke Lawson eh ditanyanya kayak orang sedang menginterogasi, tanya ini itu kek maling aja...’, awalnya saya pikir biasa aja, tapi ternyata emang gak nyaman banget.
Yang ingin saya tanyakan hanya no telp yang bisa saya hubungi ke Lawson meruya untuk confirmasi mengenai permasalah double debit kartu ATM saya. Ternyata dia juga gak tau dan saya kembali disambungkan dengan salah satu rekannya, sama perempuan juga. Pertanyaan yang sama diulang, gila!! Sumpah! Saya gak ngerti apa sich yang ada di pikiran mereka tentang orang-orang yang menelpon kekantor mereka? Udah di brain wash kah mereka?. Belum tau permasalahannya apa malah pengen tau lebih jauh tentang orang yang menelpon, who do you thing you are?!. Akhirnya setelah saya kesal dengan singkat saya menjelaskan bahwa saya adalah konsumen yang merasa dirugikan berbelanja di Lawson meruya dan sekarang saya mau berbicara dengan pihak Lawson meruya tersebut. Baru deh, langsung no telp di kasih. Yang mengagetkan saya adalah dia memberikan statement yang membuat saya ‘gak banget’. Dia bilang, ‘mba minta saja BCA yang mengembalikan uang ke rekening mba.’ What!!! Pemikiran macam apa sich itu. Kesannya pengen lempar permasalahan, bukannya prihatin dan mencoba untuk membantu menelpon rekan mereka di toko. Saya pikir sich dia anak baru kemaren sore, yang gak ngerti kerja. Disini saya belajar, bahwa setiap karyawan sekecil apapun jabatan mereka, akan membawa baik buruknya terhadap image perusahaan. Itu juga salah satu yang saya pelajari di jurusan Public Relations.
Saya mengerti kalau urusan pengembalian uang susah-susah gampang, jadi saya bisa maklum pihak Lawson meruya tidak bisa langsung mengembalikan uang saya saat itu juga. Mereka tentunya harus melakukan pengechekan ulang ke bagian keuangan di kantor pusat mereka. Awalnya saya berbicara dengan Firman, yang belakangan saya ketahui sebagai wakil kepala toko. Dia mengatakan saya bisa datang langsung ke toko untuk claim balik uang saya dengan membawa struk dan bukti mutasi bank. Karena jauh akhirnya saya dan Dina (temen saya yang juga jadi korban ) kembali pada sabtu/minggu berikutnya saat ada kuliah.
Saat datang ke toko kebetulan yang bernama Firman masuk siang, baik kasir maupun karyawan yang ada disana tidak mengetahui no telp Firman yang bisa dihubungi, buat saya aneh, kok temennnya sendiri bisa gak ada satupun orang yang tau. Mereka bilang hanya Firman yang mengerti permasalahan saya dan teman saya, jadi saya disarankan untuk kembali lagi nanti kalau sang Firman sudah datang. Ini bikin saya tambah gak ngerti. Memangnnya mereka pikir saya gak ada kerjaan bolak balik ngurusin permasalah yang notabene bukan kesalahan yang saya buat. Sejak awal saya sudah sangat ...sangat berusaha untuk sabar, tapi dengan perlakukan mereka yang tidak menaruh simpati dan merasa bersalah sama sekali saya menjadi kesal. Akhirnya saya mulai menunjukan kekesalan dan bertanya, memang siapa itu Firman, (ternyata jabatannya setara wakil kepala toko, saya tahu bahwa biasanya sebuah toko tidak mungkin kosong antara wakil atau kepala toko, pasti ada salah satu diantara mereka), jadi logikanya kalau Firman tidak ada berarti ada Kepala Toko.
Ternyata kepala toko mereka ada, aduuuuuh bukan dari tadi aja. Saya berbicara dengan Rei (saya lupa catat nama panjangnnya). Sebagai kepala toko keliatan dia memang lebih baik dalam memberikan pelayanan. Rei langsung meminta kami berdua memberikan bukti-bukti berupa struk dan mutasi bank serta copy KTP. Saya pikir masalah bisa langsung diselesaikan dan uang saya langsung kembali. Ternyata dugaan saya salah, Rei nyatanya tetap harus memproses bukti-bukti yang kami serahkan dan janjinya seminggu kemudian uang kami dikembalikan dengan cara di transfer balik kerekening kami masing-masing. Baiklaaaaa.....sekali lagi saya mencoba bersabar. Saya sendiri bekerja tidak jauh dari lahan yang sama, saya tau sedikit banyak sisdur yang ada disebuah usaha retail.
Hampir 2 minggu ternyata dana kami belum di kredit balik, tidak ada confirmasi juga dari pihak Lawson, celakanya lagi, saya tidak menyimpan copy struk yang awal mereka akan copy untuk saya (harusnya waktu itu saya foto saja). Tapi saya masih punya satu lagi bukti berupa mutasi debit. Well, kalau boleh jujur, lebih jauh saya berfikir uang segitu buat saya tidak seberapa dibandingkan dengan kebahagiaan dalam menulis true story ini hehehehe.....Image baik tidak bisa dinilai dengan uang. Pelajaran kedua terutama untuk seorang PR yang baik.
Akhirnya saya menelpon ke Lawson meruya dan kebetulan yang angkat telp adalah Rei sendiri. Saya informasikan kondisi yang ada sampai saat ini dan saya minta di confirmasi hari ini juga, namun sampai dengan ‘berita’.ini diturunkan (wakaka...) confirmasi tidak saya terima dari sang kepala toko, baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Haiyaaa........
Besok, Sabtu (28/1) saya dan Dina berencana mendatangi kembali toko Lawson untuk mendapatkan kejelasan. Yang ada dipikiran saya adalah, apapun yang terjadi uang saya besok harus kembali, kenapa saya begitu memaksa?! Alasan pertama adalah, tidak mungkin sebuah toko retail seperti Lawson tidak membuat laporan keuangan sampai dua minggu lamanya, biasanya laporan toko akan dicocokan dengan bukti setoran bank dan juga transaksi yang tercatat pada rekening perusahaan. Jadi seharusnya mereka menemukan ada kejanggalan pada laporan keuangan mereka. Yang kedua, waktu penyelesaian yang dijanjikan sudah lewat batas waktu cukup lama, keburu basi. Yang ketiga, pihak Lawson terutama Lawson Meruya sepertinya tidak memberikan perhatian sama sekali terhadap permasalahan ini, terbukti tidak ada monitor dari mereka sama sekali, hingga tidak ada confirmasi kepada kami.
Pelajaran yang bisa diambil secara keseluruhan atas kasus saya kali ini adalah, pentingnnya ujung tombak, customer service, front liner atau apapun istilahnnya dibekali dengan pengetahuan tentang pentingnnya memberikan pelayanan terbaik. Karena apapun yang mereka lakukan, apapun yang mereka katakan akan membangun image sebuah perusahaan. Sebesar apapun sebuah perusahaan, sebanyak dan sebagus apapun barang dagangannya atau tokonya tidak akan menarik simpati konsument jika karyawannya tidak mampu menjadi customer service yang baik, maka namanya tidak akan pernah diingat baik oleh konsumen. Hal ini akan terus menjadi virus jahat yang memperburuk image hingga pada akhirnya bisa jadi menurunkan pendapatan perusahaan. WOM-Word of Mouth tidak hanya berdapak positif tapi juga negatif, tergantung dari apa yang dikicaukan si empunya mulut.
To be continue.....#laporan hasil klarifikasi dengan Lawson