Hidup di kota metropolitan seperti Jakarta
bukan berarti hal berbau mistis dan ajaib semerta-merta hilang. Terbukti dengan
fenomena film-film bergenre horor yang diproduksi terus menerus selama beberapa
tahun terakhir. Walaupun banyak kalangan yang bosan dan mengolok-olok
ketidakbermutuan film horor di Indonesia toch sampai saat ini masih di
produksi. Berdasarkan prinsip dagang, ada barang karena ada permintaan, itu
artinya masih adanya film bergenre horor bukan tanpa sebab, pasti para produser
film jenis ini masih menganggap masih ada peluang untuk segmen film horor. Ini
merupakan salah satu contoh budaya populer yang terjadi dalam masyarakat kita.
Bukan hanya penonton dan pengusaha film
bergenre horor yang menuai dampak positif negatif tapi pemain juga kena imbas
yang terbilang aneh. Sebut saja Julia Perez atau Jupe sapaan akrabnya,
menggelar ritual yang biasa dilakukan oleh legenda artis horor Indonesia, siapa
lagi kalau bukan Suzana yang meninggal beberapa tahun lalu. Jupe konon
melakukan 9 ritual yang biasa dilakukan Suzanna, Jupe juga mengaku mendapat
semacam wangsit menjadi titisan Nyi Roro Kidul. Haduuuuh.....Jupe, speechless
deh sama tingkah lakunya. Boleh-boleh aja sich narsis menurut saya tapi jangan
keterlaluan. Ibu dan pacarnyapun dikabarkan tidak setuju dengan ulah Jupe ini.
Segala sesuatu memang selalu ada pro dan kontra, dan saya termasuk yang kontra.
Tapi dibalik sederet alasan kenapa saya kontra, saya berfikir, apa sich ‘agenda
setting’ Jupe dibalik ini semua? Bayangkan jika Anda adalah Jupe? Apa kira-kira
yang menjadi motif Anda melakukan ritual boten-boten itu? Yang Anda tau akan
menuai kritikan. POPULARITAS!. Ya, sudah bukan hal memalukan buat artis
Indonesia mempersoleh kepopeleran melalui sesuatu yang sensasional.
Lalu apa pengaruh buat saya pribadi tentang
hal-hal mistis. Saya sadar tinggal di Indonesia nan penuh dengan budaya mistis
yang diwariskan dari jaman nenek moyang membuat saya sering mengaitkan sesuatu
yang ‘biasa’ menjadi ‘luar biasa’. Salah satunya adalah setiap pulang kantor
saya selalu melalui sebuah jalan, disana terdapat tukang jajanan seperti tukang
nasi goreng, bakmi, tukang martabak dan paling lama berjualan (senior) adalah
pecel lele. Sadar gak sadar saya memperhatikan tukang jajanan disana yang silih
berganti tapi hanya tukang pecel lele yang anteng berdagang sampai hari ini dan
ujung-ujungnnya menjadi ‘solo’. Tidak ada saingan, pelanggan tambah, yang tadi
mungkin mencari tukang nasi goreng karena gak ada jadi daripada cari-cari lagi
mendingan jajan apa yang ada aja. Kenapa saya bisa mengatakan demikian, karena
itu terjadi dengan saya pribadi. Meskipun tergolong new comers, nasi goreng
disini tergolong enak buat lidah saya dan suami, namun sejak seminggu ini sang
tukang nasi goreng tidak pernah keliatan batang hidungnnya. Awalnya saya
berfikir, mungkin lagi off setiap senin, ternyata selasa, rabu, kamis , jumat
eh teruuuus kok gak pernah nongol lagi? Padahal kalau saya perhatikan
pelanggannya sudah bertambah banyak kian hari. Suatu hal yang sangat sangat
aneh buat saya dan suami, kamipun mulai menganalisis, seorang pedagang yang mulai memiliki banyak
pelanggan mendadak berhenti berjualan...hmmmm ada apakah gerangan?. Tapi tak
ingin berlama-lama berfikir negatif, mungkin saja kan sang tukang nasi goreng
sedang ada urusan keluarganya yang sakit atau malah mungkin dia yang sakit?
Loch kok sakit? Kenapa ? kan dia masih muda, segar bugar? Jangan-jangan...ow
ow...kembali lagi positif menjadi negatif.
Yah itulah kehiduapan di Jakarta, meskipun
sudha dikatakan kota metropolitan tapi hal ‘kampungan’ tidak pernah bisa
dilepaskan. Menarik bukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar